Sebuah Catatan Reflektif Penahbisan Vikaris Ryan Chandra Riupassa, Samarinda 10 Maret 2024.
Pada tahun 2015, 72 persen pendeta mengatakan kepada peneliti Barna bahwa mereka merasa “sangat puas” dengan pekerjaan mereka. Pada tahun 2020, angka tersebut turun menjadi 67 persen. Pada tahun 2022, hanya 52 persen pendeta yang melaporkan “sangat puas” dengan pekerjaan mereka (The Christians Index-akses 10 Maret 2024). Laporan yang dikemukakan oleh ‘Christians Index’ ini menjelaskan bahwa secara eksplisit persoalan panggilan dan pengutusan seorang pendeta mengalami penurunan yang perlu diperhatikan.

Tulisan ini dalam kerangka memandang wajah kependetaan yang semakin menantang sekalipun di sisi lain nampaknya kebutuhan kehadiran seorang pendeta semakin meningkat (konteks GPIB). Tingkat kepuasan yang menurun drastis menunjukkan bahwa kehadiran seorang pendeta memerlukan pemahaman yang tidak sederhana. Keadaan demikian perlu terus diwaspadai juga oleh GPIB sebab menurunnya tingkat kepuasan dalam menjalankan pelayanan yang dialami pendeta akan bermuara pada kehadiran yang hanya bersifat pragmatis, mekanis dan transaksional. Gereja adalah komunitas, dan ketika komunitas itu hanya peduli terhadap komunitasnya sendiri maka tidak terpenuhilah kepeduliannya menjangkau orang lain sebagai suatu bentuk kehadiran misi. Baik gerakan gereja misionaris maupun gerakan-gerakan yang sedang berkembang melihat hal komunitas lokal lebih dari sekedar kumpulan umat Kristiani yang telah dibaptis - ini adalah sebuah keluarga yang kasihnya mengalir kepada orang lain (Scott W. Sunquist, Understanding Christian Mission: Participation in Suffering and Glory, 2013, p. 383).

Apa yang dikemukakan oleh Sunquist menunjukkan bahwa salah satu peran pendeta adalah memungkinkan terwujudnya sebuah kualitas kesaksian komunitas lokal (jemaat) yang mewujudkan wajah Kristus di lingkungan komunitas umum (masyarakat). Bertolak dari pemahaman demikian maka kecenderungan menurunnya tingkat kepuasan seorang pendeta dalam pelayanan menjadi isu yang menarik sekaligus menggelisahkan. Menarik karena menantang untuk diurai dan geliaah karena banyaknya hal yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor apa saja yang perlu mendapat perhatian dalam rangkaian pemaknaan panggilan dan pengutusan seorang pendeta? Menurut saya beberapa faktor penting yang tidak bisa diabaikan adalah:

1. Partisipasi dalam penderitaan
Hadirnya seorang pendeta yang tidak terpaku pada gerak pelayanan yang mekanis akan bermuara pada penderitaan sebagai akumulasi pergumulannya dalam menghayati panggilan dan pengutusan. Rasa derita ini menjadi pemicu untuk terus menggali kedalaman relasi dengan Allah Tritunggal yang bermuara pada pelayanan yang bernilai. Partisipasi dalam penderitaan adalah sebuah kesediaan untuk terus berbenah dalam pemahaman bahwa konteks yang terus berubah membutuhkan penyesuaian internal untuk menjawab perubahan. Artinya ketika literasi pelayanan hanya dalam konteks pemuasan keinginan diri maka nilai partisipasi akan mengalami distorsi. Keadaan ini dapat saja menimbulkan pertanyaan ‘kenapa harus menderita di tengah komunitas yang mengejar kesenangan?’ Inilah salah satu alasan yang dapat meruntuhkan nilai panggilan dan pengutusan yang berpartisipasi dalam penderitaan. Gagasan yang berlaku secara umum adalah penderitaan yang harus dihindari, jadi kenapa pendeta harus menderita? Jawaban atas pertanyaan ini sangat subyektif sebab penderitaan seorang pendeta tentu beragam. Namun dalam kesadaran panggilan berpartisipasi dalam penderitaan adalah tindakan sengaja yang diwarnai dengan semangat ‘companionship’ maka seorang pendeta dapat bergerak dari simpati dan melampaui empati.

Di titik inilah spritualitas seorang pendeta semakin terasah untuk mengerti bahwa partisipasi dalam penderitaan bukanlah karena mencintai penderitaan tetapi sebagai kesadaran bahwa dunia yang sedang menderita membutuhkan kepekaan yang manusiawi. Seorang pendeta disadari atau tidak akan menggeluti masalah model partipasi pada penderitaan yang dihindari manusia (band. Daniel 3: 17-18)

2. Partipasi dalam keluarga
Seorang pendeta yang berkeluarga memerlukan pondasi pemahaman bahwa partipasinya bersama keluarga dalam pelayanan tidak terelakkan. Partisipasi bersama keluarga sekaligus menunjukkan betapa penting sekaligus genting peran anggota keluarga dalam memaknai panggilan dan pengutusan. Permasalahan yang dihadapi masa kini dapat disejajarkan dengan pernyataan Yeremia 5:30-31 yang menunjukkan adanya relasi ‘kengerian’ dan ‘mengajar dengan sewenang-wenang’. Korelasi seperti inilah yang menunjukkan betapa kuatnya tantangan yang dihadapi oleh para pendeta. Penolakan bahkan kekerasan secara verbal bisa saja dialami, penelantaran secara ekonomi bisa saja dijumpai, namun dalam kesadaran yang utuh tentang panggilan dan pengutusan yang bernilai maka kehadiran keluarga adalah pilar penyangga yang SENGAJA dihadirkan oleh Allah. Dalam pemahaman yang demikian maka jelaslah bahwa kehadiran keluarga pendeta memiliki ‘ruang penderitaan’ tersendiri. Keluarga yang menderita bukan sebagai jalan yang dipilih tetapi sebagai kenyataan yang harus direngkuh dalam kerapuhan adalah keluarga yang sebaliknya akan meneruskan kegembiraan bagi seorang pendeta. Tarik menarik antara penderitaan dan kesaksian menjadikan keluarga sebagai persekutuan yang istimewa. Maka untuk menjawab terjadinya penurunan tingkat kepuasan seorang pendeta dalam pelayanan perlu juga dilihat bagaimana peran keluarga sebagai pilar penopang yang sengaja dihadirkan Allah.

Bertolak dari kedua hal di atas maka penghayatan pada panggilan dan pengutusan yang bernilai tinggi erat kaitannya dengan partipasi pada penderitaan yang mampu dihadapi seorang pendeta bersama keluarga. Maka pelayanan semakin berarti ketika bergerak dalam kesejajaran pelayanan keluarga yang SENGAJA dihadirkan Allah untuk turut berperan serta mewujudkan pelayanan tersebut.

Maka sahabat sepelayanan yang akan ditahbiskan Minggu 10 Maret 2024 di GPIB Jemaat Immanuel Samarinda, masukilah medan partisipasi pada mereka yang menderita dalam kerapuhan dan kesadaran bahwa keluarga menjadi penopang yang dihadirkan Allah secara sengaja.

Maju terus bersama Tuhan Yesus sebab dalam persekutuan dengan-Nya penderitaan pelayanan tidak pernah sia-sia.